Jumat, 12 Mei 2017

Ayah, Jangan Lakukan 5 Hal Ini pada Anak kalau Tidak Ingin Menyesal Dikemudian Hari!!!

Ayah, Jangan Lakukan 5 Hal Ini pada Anak kalau Tidak Ingin Menyesal Dikemudian Hari!!!

Baca Juga

Sudah umum bila para orangtua seringkali kewalahan mengatur anaknya. Maka sejak jaman kakek nenek pulalah kita mendengar berbagai cerita dan kebiasaan menghukum anak agar menurut. Metode hukuman yang dilakukan seringkali menjadi kebiasaan yang diterima sebagai sesuatu yang wajar dari generasi ke generasi.


Namun kini, ada beberapa cara menghukum yang sudah tidak relevan lagi untuk membuat anak menjadi menurut. Alih-alih mengajarkan disiplin, beberapa jenis hukuman malah bisa menimbulkan trauma dan luka batin pada anak. Apa sajakah cara-cara yang sebaiknya sudah tidak kita pakai lagi?

Pukulan di Bokong
Dahulu, bokong dianggap sebagai tempat yang wajar untuk dipukul karena tidak akan meninggalkan luka fisik. Bahkan pada tahun 2014, dalam sebuah study, ada 76 persen ayah dan 65 persen ibu menganggap pukulan di bokong boleh saja dilakukan untuk menghukum anak.

Untunglah praktek seperti itu sudah banyak berkurang, karena berdasarkan penelitian, hukuman seperti itu ternyata tidak efektif, bahkan kontra produktif.

Study tahun 2016 yang dipublikasikan di Journal of Family Psychology meneliti kembali data riset 50 tahun tentang 160.000 anak yang pernah dihukum dengan pukulan di bokongnya. Berdasarkan data itu, para peneliti menemukan bahwa jenis hukuman itu kurang berhasil mengubah perilaku nakal pada anak.

Sebaliknya, pukulan pada bokong justru memunculkan perilaku yang tidak sehat, trauma mental, sifat agresi, dan kecenderungan anak menjadi anti sosial. Lebih buruk lagi, hukuman seperti itu justru menjadi semacam plecehan terhadap anak.

Oleh karenanya para ahli menyarankan agar orangtua tidak lagi menggunakan hukuman itu terhadap anak. Menurut penulis buku “No Drama Discipline” Daniel J. Siegel dan Tina Payne Bryson, kontak fisik memang bisa menjadi cara yang ampuh. Namun daripada melakukannya dengan “kekerasan”, lebih baik bila kita jongkok setara dengan tinggi anak, lalu memberi pelajaran yang lebih lembut agar mereka fokus.

Berteriak kepada anak
Saat perilaku anak ribut dan menjengkelkan, kita sering kehilangan kesabaran lalu berteriak menyuruh mereka berhenti berulah. Benarkah cara itu? Ternyata tidak.

Cara yang lebih baik dan lebih berhasil untuk membuat anak berhenti berulah adalah dengan mendekatinya dan berbicara dengan suara tenang. Itu adalah taktik agar anak mengikuti suasana itu dan memahami bagaimana sebaiknya berbicara. Selain itu, bila kita bicara pelan, anak akan berusaha mendengar dan menghentikan teriakannya.

Menurut para peneliti pendidikan anak, sikap marah dan frustasi justru akan memancing teriakan lebih keras lagi dari anak. Bila itu menjadi kebiasaan, anak akan menganggap hal itu sebagai yang lumrah sehingga tidak berusaha mengubah sikapnya. Namun komunikasi yang lembut dan tenang akan menghadirkan suasana yang lebih efektif untuk memberi tahu anak.

Mendidik dengan keras
Ada cara yang dianggap benar untuk menghasilkan anak yang baik dan penurut. Yakni dengan didikan yang keras. Namun cara itu ternyata tidak mendorong anak untuk memunculkan rasa empati. Selain itu cara yang keras juga tidak adil karena orangtua tidak menjadi model dalam berperilaku seperti yang mereka tuntut terhadap anak. Ini seolah kekuasaan mutlak yang secara sepihak dimiliki orangtua.

Study menyebutkan bahwa tuntutan keras terhadap anak kecil bukan cara yang produktif. Lebih baik jika orangtua memberi penjelasan tentang mengapa hal-hal tertentu perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya.

Seorang anak yang malas belajar misalnya, tidak bisa dipaksa memelototi buku di depannya dengan perasaan takut dimarahi. Ia mungkin hanya sekedar membaca tanpa memahami maknanya. Lebih baik bila ia dijelaskan mengapa perlu belajar dan apa gunanya, sehingga tindakan belajar itu muncul karena kesadarannya.

Selalu berkata tidak
Selalu berkata tidak bila anak meminta sesuatu justru menjadikan mereka mencari cara untuk mengakalinya.

Dalam beberapa pertengkaran, mengalah atau mengatakan ya adalah sebuah strategi guna menghindari konflik yang tidak perlu. Namun dalam hal ini orangtua harus melihat apa permintaan anaknya. Jika anaknya minta ijin untuk bermain dengan gergaji listrik misalnya, apakah Anda akan mengatakan ya?

Hal utama yang harus diperhatikan orangtua adalah keselamatan dan kesehatan anak-anaknya. Ingat, kita berhadapan dengan makhluk kecil yang kadang-kadang tidak mengerti apa yang diinginkannya. 

Orangtua bisa mengatakan ya bila kondisi memungkinkan, atau disertai syarat tertentu. Misalnya, ya, kamu boleh melakukan ini dengan syarat... Nah syarat yang diajukan orangtua sebaiknya disertai penjelasan mengapa hal itu perlu dipatuhi dan apa tujuannya. Dengan demikian, anak memiliki tanggung jawab terhadap perbuatan dan sadar akan akibat dari keinginannya.

Tidak mau kompromi
Hidup di jaman apakah Anda sehingga tidak bersedia melakukan kompromi dengan anak-anak? Ada cara bernegosiasi dengan anak-anak yang menuntun mereka pada perilaku lebih baik di kemudian hari. Hal yang harus dilakukan orangtua adalah membuat kesepakatan di mana kita sebenarnya yang memegang kendali, namun membuatnya anak merasa dimenangkan dengan perjanjian itu.

Awalnya orangtua harus membangun empati agar anak merasa nyaman. Lalu berikanlah pilihan-pilihan pada anak sesuai dengan batasan yang kita tetapkan. Biasanya anak merasa di atas angin karena bisa menentukan pilihan. Anak seringkali tidak menyadari bahwa semua pilihan itu adalah pilihan baik yang sudah diatur bagi mereka.

Dengan cara itu, anak akan merasa diberi kebebasan menentukan apa yang mereka inginkan, dan tidak menganggap orangtuanya sebagai orangtua kaku yang tidak asyik.

Related Posts

Loading...
Ayah, Jangan Lakukan 5 Hal Ini pada Anak kalau Tidak Ingin Menyesal Dikemudian Hari!!!
4/ 5
Oleh